Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama untuk retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) (Barre-Sinoussi et al., 1983) dan oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya HTLV-III (human T lymphotropic virus type III) (Popovic et al., 1984).
The phylogenetic tree of the SIV and HIV viruses.
(click on image for a detailed description.)
HIV adalah anggota dari genus lentivirus [1], bagian dari keluarga retroviridae [2] yang ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2 melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty mangabeys, monyet dunia lama Guinea-Bissau (Reeves and Doms, 2002).
HIV-1 memiliki 3 kelompok atau grup yang telah berhasil diidentifikasi berdasarkan perbedaan pada envelope-nya yaitu M, N, dan O (Thomson dkk, 2002). Kelompok M yang paling besar prevalensinya dan dibagi kedalam 8 subtipe berdasarkan seluruh genomnya, yang masing-masing berbeda secara geografis (Carr dkk, 1998). Subtipe yang paling besar prevalensinya adalah subtipe B (banyak ditemukan di Afrika dan Asia), subtipe A dan D (banyak ditemukan di Afrika), dan C (banyak ditemukan di Afrika dan Asia); subtipe-subtipe ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi dengan subtipe yang berrbeda meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan (CRFs)
HIV menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus, transfusi darah, penggunaan bersama jarum terkontaminasi melalui injeksi obat dan dalam perawatan kesehatan, dan antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui. UNAIDS transmission. Penggunaan pelindung fisik seperti kondom latex dianjurkan untuk mengurangi penularan HIV melalui seks. Belakangan ini, diusulkan bahwa penyunatan dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV [3], tetapi banyak ahli percaya bahwa hal ini masih terlalu awal untuk merekomendasikan penyunatan lelaki dalam rangka mencegah HIV [4].
Pada akhir tahun 2004 diperkirakan antara 36 hingga 44 juta orang yang hidup dengan HIV, 25 juta di antaranya adalah penduduk sub-Sahara Afrika. Perkiraan jumlah orang yang terinfeksi HIV di seluruh dunia pada tahun 2004 adalah antara 4,3 juta hingga 6,4 juta orang. (AIDS epidemic update December 2004).
Wabah ini tidak merata di wilayah-wilayan tertentu karena ada negara-negara yang lebih menderita daripada yang lainnya. Bahkan pada tingkatan negara pun ada perbedaan tingkatan infeksinya pada daerah-daerah yang berlainan. Jumlah orang yang hidup dengan HIV terus meningkat di semua bagian dunia, meskipun telah dilakukan berbagai langkah pencegahan yang ketat.
Sub-Sahara Afrika tetap merupakan daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum perempuan hamil pada usia 15-24 tahun di sejumlah negara di sana. Ini diduga disebabkan oleh banyaknya penyakit kelamin, praktek menoreh tubuh, transfusi darah, dan buruknya tingkat kesehatan dan gizi di sana (Bentwich et al., 1995). Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa 25% unit darah yang ditransfusikan di Afrika tidak dites untuk HIV, dan bahwa 10% infeksi HIV di benua itu terjadi lewat darah. [5].
Di Asia, wabah HIV terutama disebabkan oleh para pengguna obat bius lewat jarum suntik, hubungan seks baik antarpria maupun dengan pekerja seks komersial, dan pelanggannya, serta pasangan seks mereka. Pencegahannya masih kurang memadai.
[
HIV berbeda dalam struktur dengan retrovirus yang dijelaskan sebelumnya. Besarnya sekitar 120 nm dalam diameter (seper 120 milyar meter, kira-kira 60 kali lebih kecil dari sel darah merah) dan kasarnya "spherical"
Ketika para ilmuwan menemukan bahwa penyebab AIDS adalah virus, mereka berpikir dapat memusnahkan AIDS dari muka bumi ini dengan menciptakan vaksinnya. Namun setelah sekian lama penelitian AIDS berlangsung, sampai sekarang belum ada juga vaksin yang sanggup melatih sistem imunitas tubuh kita untuk mencegah masuknya virus HIV. Mekanisme terinfeksinya sebuah sel oleh virus HIV-1 adalah sebuah proses yang melibatkan beberapa molekul yang bekerja secara sistematik. Pada bungkus virus ada lapisan protein gula (glycoprotein) yang mempunyai bagian yang dikenali antibodi (epitope, yang memicu netralisasi) dan bagian lain yang dikenali receptor dan CD4 .(yang menyebabkan sel terinfeksi).
Glycoprotein yang membungkus virus dikenali oleh molekul CD4 pada sel yang kemudian menyebabkan co-receptor (CXCR4 atau CCR5) pada sel juga mengikat virus tersebut dan dimulailah proses penyampaian sinyal (bahwa ada tamu asing yang datang) ke dalam sel. Sinyal inilah yang kemudian memberi aba- aba bahwa si sel telah terinfeksi dan akan segera dimanipulasi oleh virus untuk proses replikasinya. Tubuh kita pun berusaha menetralisir virus itu dengan memproduksi antibodi yang dapat mengenali virus tersebut secara spesifik. Bagian pada virus di mana antibodi dapat melekat secara spesifik, disebut epitope. Proses melekatnya virus (antigen) dan antibodi yang diproduksi tubuh ini dapat dibayangkan seperti kunci dan anak kunci yang hanya cocok dengan pasangannya.
Berbagai tes klinis menunjukkan bahwa vaksin tidak dapat menolong para pasien yang telah terinfeksi, sebagian besar dari pasien yang telah menerima vaksin pun, tetap menunjukkan gejala AIDS dan hal ini menyebabkan para ilmuwan menduga bahwa virus HIV mempunyai kemampuan untuk terus-menerus memutasikan dirinya sehingga antibodi yang sudah terbentuk tidak dapat mengenalinya lagi dan infeksi berlangsung terus tanpa bisa dihentikan.
Laporan riset yang dimuat di Nature edisi bulan ini membuktikan hipotesa ini. Plasma darah pasien yang terinfeksi menunjukkan kekebalan terhadap antibodi yang diproduksi tubuh. Setelah diselidiki, ’sequence protein’ dari bungkus glycoprotein virus memang mengalami perubahan. Mutasi ini tersebar sepanjang gen, beberapa bersifat konservatif : diwariskan ke generasi berikutnya , namun bagian yang dikenali receptor (bagian yang menyebabkan awal terjadinya infeksi) justru mempertahankan karakter intrinsiknya. Xiping Wei dkk 1) juga mengemukakan bahwa beberapa mutasi yang terakumulasi menyebabkan perubahan struktur bungkus glycoprotein sedemikian rupa sehingga menutupi epitope virus, bagian yang seharusnya dikenali antibodi dan dapat memicu proses netralisasi. Hasil riset lain yang meneliti hal yang serupa dengan meninjau dari segi termodinamika 2), menunjukkan bahwa ada perubahan entropi yang besar pada sisi yang dikenali receptor. Nilai entropi yang sangat negatif menunjukkan bahwa terjadi penyelubungan permukaan atau adanya protein yang terlipat. Virus HIV tampaknya cukup licik untuk mempertahankan kemampuannya mengikat diri dengan receptor sel sementara memutasi bagian yang berhubungan dengan antibodi sehingga dapat menghindari proses netralisasi tubuh. Mimpi para ilmuwan untuk menaklukkan AIDS dengan imunisasi mungkin hanya tinggal mimpi.[SI]
Kamis, 03 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar